Jumat, 19 Agustus 2011

kenapa sayed harus menikah dengan syarifah


ini adalah pertanyaan yg belakangan sering terbesit di otak gw..
dan karna penasaran, akhirnya gw nyari2 sendiri.. dan ini kesimpulannya..
mohon dibaca, klo mau sih.. hehehe


Sayed dan syarifah merupakan keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW sendiri memiliki 7 orang anak: 4 orang putri dan 3 orang putra

Anaknya yang dilahirkan pertama adalah
1. Qasim
2. Zainab
3. Ruqayah
4. Fatimah az-zahra, yg merupakan kesayangan Nabi Muhammad SAW
5. Abdullah yang dikenal dengan At-Thayyib dan At-Thahir
6. Ummu Kultsum
7. Ibrahim, yang merupakan anaknya yang terakhir.

Kesemuanya lahir di Mekah dari istrinya yang pertama yaitu Khadijah binti Khuwailid r.a, kecuali Ibrahim, yg merupakan anak dari pernikahan beliau dengan Mariyah Al-Qibtiya




Semua putra yang Nabi Muhammad SAW miliki meninggal di usia dua tahun,
bahkan Abdullah meninggal ketika baru bisa berjalan; sementara itu putranya yang terakhir yaitu Ibrahim meninggal ketika berusia 18 bulan.
Nabi saw menyaksikan ketika dia menghembuskan nafas yang terakhir sambil meneteskan air mata, beliau berkata “mata boleh meneteskan air, hati boleh bersedih, tapi kita tidak boleh mengucapkan kalimat yang tidak diridhoi Allah”.

Nah, kisah sayed dan syarifah ini merupakan keturunan dari Fatimah.

Fathimah Az Zahra menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Sebelum menikah dengan Ali bin Abi Thalib sejumlah sahabat besar mendatangi Rasulullah saw untuk melamar Fathimah Az Zahra seperti sahabat Abubakar As Shiddiq, Umar Khattab, dan bahkan Utsman bin Affan, namun dengan tegas Rasulullah menolaknya dengan mengatakan, "Allah belum menurunkan perintahnya".
Lalu datanglah Ali bin Abi Thalib ke kediaman Rasulullah untuk tujuan yang sama. Setelah menyampaikan maksud tujuannya kepada rasulullah maka Rasulullah spontan menerimanya. Jelas disana Allah telah menurunkan perintahnya dan menyetujui pernikahan Ali dan Fathimah.
Dari kisah di atas dapat diambil sebuah kesimpulan berikut beberapa pertanyaan. Mengapa Rasulullah menolak menerima pinangan sahabat2 terbaiknya yang begitu banyak jasanya terhadap islam? Mengapa Rasulullah menunggu perintah langit hanya untuk sebuah pernikahan putrinya? Mengapa Nabi hanya memilih kerabat terdekatnya untuk menikahi putrinya?
dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa "Fathimah tidak akan menikah seandainya tidak ada Ali dan Ali tidak akan menikah seandainya tidak ada Fathimah,


Dalam riwayat lain dikatakan bahwa sebelum Rasul saw melakukan kewajibannya sebagai suami dengan Khadijah beliau pergi ke Sidratul Muntaha untuk memakan buah surga sebagai bibit terbaik untuk melahirkan generasi.
Setelah melakukan kewajiban tersebut maka lahirlah Fathimah. Dan Fathimah adalah satu2nya makhluk di dunia yang bahan penciptaannya bercampur antara sperma Nabi yang suci, sari buah surga, dan indung telur Khadijah yang mulia.
Hingga setelah itu Fathimah ditakdirkan Allah menjadi manusia suci sesuci2nya (Al-Ahzab : 33) tidak heran jika Fathimah tidak pernah haidh dan tidak pernah mengalami nifas sepanjang hayatnya.

Sementara Ali bin Abi Thalib dikenal dengan julukan KARRAMALLAHU WAJHAH (Allah memuliakan wajahnya), karena Ali tidak pernah :
1- beliau tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang kurang sopan sekalipun
2- Tidak pernah melihat kemaluan orang lain (termasuk istrinya sendiri) maupun kemaluannya sendiri. --->> klo yang ini gw bingung sekligus kagum.. :D

Secara selintas memang peristiwa tersebut merupakan pernikahan biasa yang dialami nabi sebagai seorang ayah, dan sebagai utusan Allah yang senantiasa menerima wahyu dari Tuhannya.
Akan tetapi dibalik peristiwa itu, terkandung nilai-nilai yang disampaikan Allah kepada nabinya yaitu berupa hukum kafa’ah dalam perkawinan keluarga Rasulullah, dimana Allah mensyariatkan pernikahan Imam Ali bin Abi Thalib dan Siti Fathimah yang keduanya mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah dan mempunyai keutamaan ganda yang tidak dimiliki oleh Abu Bakar dan Umar .
Mereka adalah ahlul bait, dimana Allah telah menghilangkan dari segala macam kotoran dan membersihkan mereka dengan sesuci-sucinya

trus, dari pernikahan antara Fatima az-zahra dengan sayyidina Ali bin Abi thalib, lahir 2 anak lelaki, yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin Ali
Dalam Dunia Arab istilah Syarif digunakan oleh keturunan Hasan bin Ali, sedangkan gelar Sayyid digunakan oleh keturunan Husain bin Ali.Keturunan wanita mendapatkan gelar berupa Sayyidah, Alawiyah, Syarifah atau Sharifah.

Berdasarkan cerita yang saya dapat, Nabi muhammad SAW sangat mencintai kedua cucunya ini, yg dianggap sebagai penerus keturunan.
Penulis Tafsir "Al-Manar", Syeikh Muhammad 'Abduh, dalam menafsir ayat 84 Surah Al-An'am, antara lain mengatakan, bahawanya Rasulullah saw pernah bersabda:

"Semua anak Adam bernasab kepada orangtua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka".

Dari hadis tersebut jelaslah, bahawa putera-puteri Sitti Fatimah ra semuanya adalah anggota-anggota ahlulbait rasulullah saw. Hal itu lebih ditegaskan lagi oleh sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhariy dalam kitab "Al-Ahkam", hadis yang menerangkan bahawa Rasulullah saw sambil menunjuk kepada dua orang cucunya, Al- hasan dan Al-Husin - radhiyallahu 'anhuma, menyatakan:

"Dua orang puteraku ini adalah Imam-Imam, baik di saat mereka sedang duduk atau pun sedang berdiri".

dari merekalah keturunan Nabi Muhammad SAW bertahan hingga saat ini.


Untuk menyinambungkan kesucian tersebut, agar jangan ternodai atau menghindari nilai kesucian tersebut dari terkontaminasinya dengan hal lain, maka Rasulullah saw mengharamkan keluarga dan anak cucunya mengkonsumsi harta kotor seperti harta zakat dan shodaqoh.
Hukum ini diterapkan agar jiwa anak cucu Nabi tetap steril jiwa dan raga. Maka para Sayyid dan Syarifah diwajibkan menikah di antara mereka agar jiwa yang bersih menikah dengan jiwa yang bersih demi terlahir regenerasi yg bersih pula.
Sayyid hanya akan akan menikah dengan Syarifah karena hanya Syarifah lah satu2nya komunitas wanita di dunia yang memiliki hubungan kerabat dengan rasul sebagai manusia yang memiliki gen terbaik di muka bumi, begitu juga sebaliknya, Syarifah hanya akan menikah dengan Sayyid sebagai satu2nya pria di muka bumi yang memiliki hubungan kerabat dengan Nabi dan steril jiwa raga.

Sebagai Rasul beliau mewarisi beberapa hal pada anak cucunya :
- Kejeniusan
- Ketampanan
- Ilmu pengetahuan
- Amanah
- Kesabaran
- Ketakwaan
- Pemaaf

Ketika seorang manusia dilahirkan sebagai Anak cucu Nabi maka inilah takdir dan nikmat yang patut disyukuri karena tidak semua orang bisa memperoleh predikat atau gelar demikian meskipun ia adalah seorang konglomerat yg memiliki segalanya, sebab walaupun dengan seluruh harta yang ia miliki ia tidak akan pernah bisa menjadi seorang Sayyid atau Syarifah.
Maka bagi setiap manusia yang telah ditakdirkan Allah menjadi anak cucu Nabi-Nya bukanlah hanya diam berduduk diri atau main arisan, melainkan ada beban yang harus ditanggung atau dipikul sebagai kompensasi dari gelar "anak cucu Nabi" tadi.
Mereka dilahirkan bukan tanpa fungsi, mereka ada untuk menjadi security ummat. Mereka adalah satpam dan polisi ummat. Jelas yang diharapkan dari mereka adalah figur seorang security yang steril jiwa dan raga. Terjaga makanan, prilaku, maupun pernikahannya.


Sekian dulu ya latar belakangnya... hehehehe

Sekarang masuk ke alasan kenapa Sayed harus menikah dengan syarifah

Pernikahan itu punya ada ketentuan hukumnya yang diatur dalam syariat. Adapun syarat nikah untuk kalangan biasa adalah :
1- Wali
2- Saksi
3- Mahar
4- Ijab
5- Qabul
6- Akil Baligh

Jika tidak ada salah satu di antara 6 dari syarat nikah tersebut maka nikahnya terhukum FASKH (gugur) atau batal.

Adapun untuk kalangan Alawiyyin hukum syarat nikahnya sebagai berikut :
1- Wali
2- Saksi
3- Mahar
4- Ijab
5- Qabul
6- Kafa'ah
7- Akil Baligh

Jika kurang salah satu saja di antara 7 syarat maka nikahnya terhukum FASKH (gugur sah nikahnya).

KAFA'AH adalah kewajiban syariat yang diberlakukan untuk seluruh Syarifah di muka bumi tanpa terkecuali. KAFA'AH yang berarti kesetaraan, kesepadanan, sekufu', atau kesamaan.


Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :


إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا


‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah.
Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt).
Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.


Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah).
Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib.
Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.


Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i :


فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي


‘… maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.’


Adapun makna yang terkandung dalam hadits ini adalah dalam hal nasab mustahil akan terjadi pemutusan hubungan keturunan nabi saw kalau tidak dengan terputusnya nasab seorang anak dan tidak akan terputus nasab seorang anak kalau bukan disebabkan perkawinan syarifah dengan lelaki yang tidak menyambung nasabnya kepada nabi saw.
Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa’atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah melalui perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan sayid


Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan :


لأمنعن فزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء


‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’.


Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka itu berdosa.


Imam Ahmad bin Hanbal berkata :

‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’.


Dalam kitabnya Bughya al-Mustarsyidin, sayid Abdurahman bin Muhammad bin Husein al-Masyhur, berkata :

‘Seorang syarifah yang dipinang oleh orang selain laki-laki keturunan Rasulullah, maka aku tidak melihat diperbolehkannya pernikahan tersebut. Walaupun wanita keturunan Ahlul Bait Nabi saw dan walinya yang terdekat merestui. Ini dikarenakan nasab yang mulia tersebut tidak bisa diraih dan disamakan. Bagi setiap kerabat yang dekat ataupun jauh dari keturunan sayyidah Fatimah al-Zahra adalah lebih berhak menikahi wanita keturunan Ahlul Bait Nabi tersebut‘.

Selanjutnya beliau berkata :

‘Meskipun para fuqaha mengesahkan perkawinannya, bila perempuan itu ridho dan walinya juga ridho, akan tetapi para fuqaha leluhur kami mempunyai pilihan yang para ahli fiqih lain tidak mampu menangkap rahasianya, maka terima sajalah kamu pasti selamat dan ambillah pendapatnya, jika kamu bantah akan rugi dan menyesal‘.


Dijelaskan oleh Sayyid Usman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Betawi) :

‘Dalam perkara kafa’ah, tidaklah sah perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang tidak sekufu’ apalagi perempuan itu seorang syarifah maka yang bukan sayyid tidak boleh menikahinya sekalipun syarifah itu dan walinya menyetujuinya. Sekalipun para fakih telah berkata bahwa pernikahan itu sah namun para ulama ahlul bait mempunyai ijtihad dan ikhtiar dalam perkara syara’ yang tiada di dapati oleh para fakih lain. Maka sesudah diketahui segala nash ini tentang larangan pernikahan wanita keturunan ahlul bait nabi SAW, sebaiknya menjauhkan diri dari memfatwakan bolehnya pernikahan syarifah dengan selain dari keturunan Rasulullah tersebut dengan berlandaskan semata-mata nash umum fuqaha, yakni nikah itu sah bila si wanitanya ridha dan walinya yang dekatpun ridha. Hal ini berlaku secara umum, tidak berlaku untuk syarifah dengan lain bangsa yang bukan sayyid‘.

Selanjutnya beliau berkata :

‘Daripada yang menjadi godaan yang menyakitkan hati Sayidatuna Fathimah dan sekalian keluarga daripada sayid, yaitu bahwa seorang yang bukannya dia daripada bangsa sayid Bani Alawi, ia beristerikan syarifah daripada bangsa Bani Alawi, demikian juga orang yang memfatwakan harus dinikahkannya, demikian juga orang yang menjadi perantaranya pernikahan itu, karena sekaliannya itu telah menyakitkan Sayidatuna Fathimah dan anak cucunya keluarga Rasulullah saw‘.


Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Abbas bin Abdul Mutthalib, ketika Rasulullah ditanya tentang kemuliaan silsilah mereka, beliau menjawab:

ان الله خلق الخلق فجعلني في خيرهم من خيرهم قرنا ثم تخير القبائل فجعلني من خير قبيلة ثم تخير البيوت فجعلني من خيربيوتهم فأنا خيرهم نفسا و خيرهم بيتا

“Allah menciptakan manusia dan telah menciptakan diriku yang berasal dari jenis kelompok manusia terbaik pada waktu yang terbaik. Kemudian Allah menciptakan kabilah-kabilah terbaik, dan menjadikan diriku dari kabilah yang terbaik. Lalu Allah menciptakan keluarga-keluarga terbaik dan menjadikan diriku dari keluarga yang paling baik. Akulah orang yang terbaik di kalangan mereka, baik dari segi pribadi maupun dari segi silsilah“.


Dalam Alquran disebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sebagai contoh para sahabat nabi, mereka adalah orang-orang yang mulia walaupun mereka bukan dari kalangan ahlul bait. Memang benar, bahwa mereka semuanya sama-sama bertaqwa, taat dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Persamaan keutamaan itu disebabkan oleh amal kebajikannya masing-masing. Akan tetapi ada keutamaan yang tidak mungkin dimiliki oleh para sahabat nabi yang bukan ahlul bait. Sebab para anggota ahlul bait secara kodrati dan menurut fitrahnya telah mempunyai keutamaan karena hubungan darah dan keturunan dengan manusia pilihan Allah yaitu nabi Muhammad saw. Hubungan biologis itu merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal dan tidak mungkin dapat diimbangi oleh orang lain. Lebih-lebih lagi setelah turunnya firman Allah swt dalam surah Al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi:

إنّما يريد الله ليذهب عنكم الرّجس اهل البيت ويطهّركم تطهيرا

“Sesungguhnya Allah swt bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlu al-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

Di samping itu Rasulullah saw telah menegaskan dalam sabdanya:

ياأيهاالناس إن الفضل والشرف والمنزلة والولاية لرسول الله وذريته فلا تذ هبن الأباطيل

“Hai manusia bahwasanya keutamaan, kemuliaan, kedudukan dan kepemimpinan ada pada Rasulullah Rasulullah dan keturunannya. Janganlah kalian diseret oleh kebatilan”.


Dengan keutamaan dzatiyah dan keutamaan amaliyah, para ahlul bait dan keturunan rasul memiliki keutamaan ganda, keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Keutamaan ganda itulah (khususnya keutamaan dzatiyah) yang mendasari pelaksanaan kafa’ah di kalangan keturunan Rasullulah.




Sekian dulu ya ceritanya.. semoga bisa memberi penjeasan kepada yg bingung --->> kayaknya gw deh yg bilang bingung td.. :D

Yang terbanyak adalah keturunan dari Husain, ada juga yang keturunan Hasan, keturunan syarif-syarif Mekkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak keturunan Husain.
Selain dipanggilkan Tuan Sayyid, mereka dipanggil juga HABIB, di Jakarta dipanggilkan WAN. Di Serawak dan Sabah disebut Tuanku. Di Pariaman (Sumatera Barat) disebut SIDI. Mereka telah tersebar di seluruh dunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baghdad, Syam dan lain-lain mereka adakah NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan itu

sumber:
* http://benmashoor.wordpress.com/2008/12/22/dalil-dalil-yang-mendasari-kafa%E2%80%99ah-syarifah-2/
* http://abdurrahman91.blogspot.com/2010/01/pernikahan-sayid-dan-syarifah.html
* googling :D

21 komentar:

Unknown mengatakan...

Jika syarifah tidak boleh menikah selain dengan sayyid karena nasab keturunan adalah dari Laki-laki...bagaimana sebaliknya?
Apakah sayyid tidak boleh menikahi wanita selain syarifah?

Unknown mengatakan...

Jika syarifah tidak boleh menikah selain dengan sayyid karena nasab keturunan adalah dari Laki-laki...bagaimana sebaliknya?
Apakah sayyid tidak boleh menikahi wanita selain syarifah?

Unknown mengatakan...

Aku pernah menjalin hubungan dengan sayyid, kami ingin melanjutkan ke jenjang yg lebih serius, tapu tiba-tiba aku ditinggaljan demi wanita ahwal, hal ini membuatku marah, knp terjadi ketidak adilan disini, dengan alasan nasab turun pada laki-laki Menjadi alasan agar nafsunya terlangsungkan, sungguh ini sebuah ketidak tegasan dalam peraturan

Sayyid Bahasyim mengatakan...

sarah ? sebuah ketidaktegasan? sayyid diluar sana masih banyak bukan cuma 1

Unknown mengatakan...

Sy wanita dri kturunan biasa, pribumi tp darah sunda sy kental. Sy sdang brteman dekat (menjalin) dgn tman pria sya, dia sayed asli dri aceh dan sy jg sdah kenal dgn kluarga teman pria sya. Ibunya pun menceritakan kpd sy, klau kluarga mreka kturunan habib. Tp sy tdj melihat adanya penolakan kpd sy dri kluarga nya ? Mohon pencerahan nya.. trimakasih..

Unknown mengatakan...

#lanjutan
Tapi jg yg sya tau, ibu dri teman pria sya jg pribumi biasa asli aceh, nah kturunan habib di dpt dri suaminya.. dgn kata lain,ibunya pribumi dan ayahnya turunan habib. Nah itu bgmn ya?

Syarifah Intan Alkaff mengatakan...

Ia tidak boleh dong kan ada pembahasan jga di atas wan

Syarifah Intan Alkaff mengatakan...

Jika antum sayang dengan rosulullah (Muhammad saw) antum jaga amanatnya kan antum udh tau amanat ini jngnlah antum rusak karna psti mau sayid atau syarifah memiliki tanggung jwb bsr

Trick seputar dunia akun facebook mengatakan...

Tujuan pernikahan Sayyid n Syarifah itu untuk menjaga kebersihan dan kontaminasi yg buruk, Krn Fatimah n Ali adalah manusia suci,,lantas jika ada org yg bergelar Sayyid n Syarifah tp kelakuan dan sifat nya gak baik, apa msh pantas?

N LBH pantas mana yg mesti dinikahi, org yg gak punya gelar Sayyid n Syarifah tp akhlaknya bagus, atau yg ada gelar nya, tp akhlaknya amit2 ?

Unknown mengatakan...

Apakah sayyid menikah dengan ahwal,putus nasabnya????

Parasit Lajang mengatakan...

Bagaimana kalau sayyidnya nya yang menikah dengan pribumi biasa?

Unknown mengatakan...

Tolong jangan rasisme dan fanantisme nasab. Nasab itu diambil dari jalur ayah (laki2) bkn ibu (wanita) jdi jika laki2nya manikah dgn wanita dari keturunan bangsa manapun tetap nasabnya tersambung ke laki2 tersebut walau memang tidak sekufu pernikahan itu tapi tetap sah sebagaimana tidak putus/memutuskan nasab tersebut krn diharuskannya menjaga nasab dan nasab tersambung/terjaga dari jalur ayah, tetap sah hanya aja butuhkan extra yaitu extranya adaptasi 😊 dan ridho diantara keduanya 😊😊. Tpi berbeda dgn ibu (wanitanya) jika dia menikah dgn laki2 biasa maka nasabnya terputus sebagaimana nasabnya itu balik ke laki2nya (suaminya).. Jangan berlebih2an terhadap sesuatu apapun itu bentuknya krn sesuatu yg berlebih2an itu tidak baik dan Allah tidak menyukai hal tersebut dan seharusnya kita meneladani teladannya para salaf (Rasulullah dan para sahabat yg mendapar pentunjuk), tidak ada perbedaan antara org Arab dan non Arab melainkan pada tingkat keimanan/ketakwaannya...
Untuk Sayyid tetap sah pernikahannya walau dgn wanita yg bukan dari sekufu dgnnya asalkan si Sayyidnya ini Rihdo, krn hallnya wanita itu dipilih krn Agamanya..
Rasulullah Shallallahu A'lahiwasalam bersabda:
"Wanita itu dinikahi karna empat perkara: hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah oleh kamu yg paling baik agamanya niscaya kamu beruntung."
"Al Ummu Madrasul Ula" - ibu adalah madrasah pertama bagi anak2nya maka disini pentingnya memilih/menikahi wanita krn agama yg ada padanya 😊..
Jodoh itu udah kehendak dan takdir dari Allah sendiri maka kita tidak bisa menuntut/memaksakan dgn kehendak kita sendiri, apapun yg telah menjadi keputusannya maka itulah yg terbaik.. Qodarullah dan wajib bagi kita mengimani qodo&qadarnya Allah
__________________________________
Dan yah manusia yg hina dimata Allah semua sama hanya yg jadi perbedaan setiap org dimana Allah itu ada pada tingkat iman dan takwahnya, segitupun jodoh tergantung cerminan diri kita sendiri lah ya sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam QS. A-Nur :26, dan kita tak berhak menghakimi suci ataupun hinanya org krn Allah maha mengubah seseorang walau hanya dalam satu malam jika ia telah berkata jadilah maka jadilah sesuatu itu 😊..
Wallahu A'lam bisshowab

Unknown mengatakan...

Betullll setuju

Unknown mengatakan...

Pernikahan habaib Ama akhwal mungkin diperbolehkan, tapi banyak Syarifah yg tidak ridho dengan pernikahan tersebut termasuk guru saya yg bermarga Assegaf yg terang terangan bilang ketidak ridoan tersebut.

Karena bila habaib nya menikah Ama akhwal, maka Syarifah menikah Ama siapa??? Habib lagi??? Habibnya aja udah ludes Ama akhwal, sementara banyak yg berpendapat Syarifah wajib nikah Ama dzuriah Rasulullah dan harom menikah dengan akhwal, agar keturunan nya tetep terjaga,

Unknown mengatakan...

Saya seorang wanita biasa dan memiliki suami seorang sayyid,, Alhamdulillah saya sdh di karuniai 2 anak laki2 yg kami beri nama sayid ahmad maliki attorik dan sayid ahmad akhtar arroyyan.. semoga keluarga saya di ridhoi Allah SWT, karena menurut saya pernikahan saya juga takdir dari Nya. Dan Alhamdulillah saya memiliki mertua yg sangat baik kepada saya, walaupun saya wanita biasa, insyaallah mudah mudahan Allah berikan berkah nya juga kepada saya.. Aamiin

Khasiat Madu Merah mengatakan...

Wahh kaka beruntung sekali ya Kak, aku sedang dekat denggan sayyid tapi sepertinya kita tidak bisa bersama karna selain keluarga habib, kita juga keluarga yang bertolak belakang. Sedih jadinya 😢

Unknown mengatakan...

saya juga pernh dekat sama sayid tpi knpa iya sayidnya tidak mencontoh kan sebgai sayid

Unknown mengatakan...

saya juga pernh dekat sama sayid tpi knpa iya sayidnya tidak mencontoh kan sebgai sayid

Unknown mengatakan...

Kita tak tau nama nya jodoh,, ketika berapa kali kta ingin mundur, tp malah selalu di dekatkan,, mungkin itu yg nma nya jodoh,, selain berserah sma yg Allah 😊 semoga siapa saja jodoh mu,, itu lah pilihan Allah.. 🙏

Lulu Hanifah mengatakan...

Ana tau syarifah kalo nikah ama orang biasa tidak boleh, tapi kalo Sayyid yg menikah dengan orang biasa gimana kak? Sayyid kan gak boleh sama orang biasa ya kak🙏terus kok aku pernah liat ada sayyid yang menikah dengan orang biasa, terus anak mereka juga tetep jadi sayyid sama syarifah🙏tolong jelaskan min, ana bingung

Zznsndjdjd mengatakan...

Maaf mau nanya, itu berlaku utk semua sayyid maupun syarifah walaupun mereka tidak shalat , puasa dll?